Rabu, 22 April 2009

KaJian PsiK0LogiS t0koH Maya dlm n0VeL CaLa Ibi

A. Kajian psikologis analisis mimpi tokoh Maya dalam novel Cala Ibi menurut teori Sigmund Freud
Proses membentuk gambaran objek yang dapat mengurangi tegangan disebut pemenuhan hasrat misalnya mimpi, lamunan, dan halusinasi psikotik (Sigmund Freud dalam Alwisol, 2004: 20). Dalam Cala Ibi, sebagian besar yang tertulis adalah kisah-kisah mengenai mimpi. Mimpi tokoh bernama Maya, yang mengalami permasalahan dalam keluarganya, antara ia, ayah dan ibunya yang mengejarnya dengan harapan agar lekas menikah dan memperoleh momongan.
Dalam psikoanalisis, teknik analisis mimpi digunakan Freud untuk menyibak rahasia ketidaksadaran pasien. Analisis mimpi : ketika tidur, kontrol kesadaran menurun, dan mimpi adalah ungkapan isi-isi tak sadar karena turunnya kontrol kesadaran itu (Sigmund Freud dalam Alwisol, 2004: 47).Tugas Freud adalah menganalisis dan menginterpretasikan simbol-simbol yang terkandung dalam mimpi-mimpi pasiennya sebagai sebuah usaha untuk menemukan makna laten yang berarti suatu makna tidak nampak tapi memiliki potensi untuk muncul.
Materi tak sadar yang sudah berada di daerah prasadar itu bisa muncul kesadaran dalam bentuk simbolik seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri. (Sigmund Freud dalam Alwisol, 2004: 18).
Dari berbagai pengalaman klinis, Freud yakin bahwa simbol-simbol tersebut memiliki makna universal. Tongkat, ular, pohon, misalnya, menyimbolkan penis. Kotak, pintu, lemari kayu, adalah representasi vagina.
Ditemukan banyak sekali simbol yang dapat diterjemahkan, seperti sang naga, mutiara Laila, jatuh, kota kata-kata, tuan tanah, kamar kuning, penjara merah, dan pertemuan dengan Ujung dan Tepi. Simbol-simbol dan peristiwa dalam mimpi Maya tentu memiliki makna laten. Sang Naga bisa bermakna sebuah keberanian. Naga memang tidak ada dalam dunia nyata tetapi dalam kepercayaan orang Tionghoa dianggap sebagai mahluk yang kuat, besar, identik dengan api, dapat terbang, dan memiliki sifat pelindung.
Maya sebagai seorang gadis yang menolak untuk segera menikah, tidak memberontak dengan cara yang kasar. Kesabarannya yang tanpa pemberontakan justru menjadi kekuatan sejati seorang perempuan. Dalam mimpi mengenai jatuh, Maia mengalami puncak pengalaman psikologi yang membuat jantungnya berdebar. Bersatunya rasa takut, pasrah, dan kosong. Bahkan dalam kekosongan itu Maia sempat berpikiran yang tidak-tidak dan berimajinasi sepuas hati.
Jadi mimpi adalah tempat meluapkan semua imajinasi. Maya menciptakan dunianya sendiri dengan kenyataan menjadi referensi dunia mimpinya. Dalam Mutiara Laila, Laila beberapa kali mengajak Maia berinteraksi dan mengacaukan barang-barangnya tapi Maia tidak bisa berbuat apa-apa. Hal itu menunjukkan bahwa Maya memiliki ketakutan dan ketidaksiapan memiliki anak. Ketakutan dan ketidaksiapan itu makin membesar ketika tekanan dari orang tuanya muncul.
Dalam Cala Ibi, Maya mendeskripsikan mimpi itu sendiri. Baginya, "Dalam mimpi, apa-apa dan siapa-siapa, adalah bukan apa adanya, tapi sebuah ujaran, penyampaian, pengingatan, peringatan, rekaman, perjalanan kehidupan, kenyataan...dunia itu indah, tak nyata, di luar segala...tuturan bahasanya lembut, berlapis, manis, liris—seperti perempuan, seperti puisi,..." (hal. 12).
Mimpi-mimpi Maya merupakan ujaran dari representasi kehidupannya, penyampaian pesan tersirat, pengingatan ia sudah dewasa dan layak menikah, peringatan sebagai seorang perempuan tidak sepantasnya menolak pernikahan dan menjadi perawan tua, rekaman masa lalu, perjalanan kehidupan dari kecil hingga dewasa terkadang menyembunyikan dan menunjukkan kenyataan.
Dalam pandangan Freud, mimpi merupakan usaha yang samar dalam mewujudkan harapan. Dalam kehidupan nyata, Maya merasa memiliki masalah dengan keinginan orang tuanya, dengan cerita-cerita dari bibinya mengenai sebuah pernikahan. Dari sini Maya merasa kehilangan sebagian harapan untuk hidup bebas (tidak terkekang oleh seorang lelaki) dalam hidupnya. Ia juga merasa kehilangan sesuatu dari kedua orang tuanya, memberi jarak antara ia dan orang tuanya. Perasaan kehilangan tersebut pernah muncul dalam salah satu mimpinya.
Berikut kutipannya: "Ia yang pernah begitu sempurna waktu kecil dulu. Teman, pahlawan, lutut dan dadanya tumpuan tangisan. Kau rasakan kehilangan itu (dan firasat aneh muncul tiba-tiba: ia akan terluka, karena sebuah dosa-dosanya ataukah dosamu, kau tak tahu). Kau telah besar kini, dirinya menghilang ketika kau berangkat dewasa, dirinya menjelma harapan keinginan beban kewajiban,...".
Maka mimpi seperti menjadi alternatif untuk memunculkan harapan kembali. Maya berharap ibunya bisa mengerti dirinya, bahwa ia belum ingin menikah. Menurut Freud, harapan-harapan tersebut merupakan motif tak sadar yang tidak dapat diterima individu atau pada hakikatnya bersifat erotik.
Sebagai contoh untuk bagian ini, dalam mimpi Maia melihat dan mengetahui sejarah beranak-pinaknya Bai Guna Tobona hingga menjadi Maluku seperti sekarang ini. Ia menyaksikan bersetubuhnya seorang wanita dan seorang lelaki dengan penggambaran sebagai berikut: "Satu perempuan bersetubuh dengan lelaki. Lelaki memasuki, lelaki merasuki. Satu perempuan merasa dirinya bagai terbelah, tapi terasa indah. Dan tiba-tiba ia telah setengah, merasai betapa saat itu dirinya terindah. Ditatapnya wujud diri baru yang tampak aneh itu (tubuh ini, tubuhnya, tubuhku). Keadaan utuh, luruh tubuh, dua yang satu, satu yang setengah, keutuhan setelah terbelah, luruh yang mengutuh. Seluruh. Setubuh. Keutuhan itu. Sempurna".
Ketidaksadaran berisi insting, impuls, dan drivers yang dibawa dari lahir, dan pengalaman-pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekan oleh kesadaran dipindah ke daerah tak sadar. Isi atau materi ketidaksadaran itu memiliki kecenderungan kuat untuk bertahan terus dalam ketidaksadaran, pengaruhnya dalam mengatur tingkah laku sangat kuat namun tetap tidak disadari. (Sigmund Freud dalam Alwisol, 2004: 18).
Sewaktu tidur, impuls-impuls ini mencari ekspresi tetapi selalu mengalami sensor. Akibatnya, impuls tersebut mencari ekspresi tidak langsung dengan bentuk-bentuk simbol bersifat samar seperti yang termanifestasikan dalam mimpi-mimpi.
Selain contoh di atas, Maia juga mengalami satu kejadian dalam mimpinya yang mirip dengan apa yang dialami oleh Bai Guna Tobona. Maia bertemu dengan seorang lelaki yang mendekat padanya dan saling berkata-kata. Lelaki yang seolah dapat membaca hasrat di dalam hatinya. Ini berkaitan dengan apa yang dikatakan Freud, bahwa harapan dalam mimpi merupakan motif tak sadar yang tidak dapat diterima individu atau pada hakikatnya bersifat erotik. Berikut kutipannya: "Suatu saat di atas tanah, tak jauh dari serakan cengkih yang jatuh dari bajumu, ia bangkit melepas mani (mengangankan, kelak kau dan dia saling mengusaikan, usai penuh seluruh...mengangankan, tanah bumi akan jadi rahim untuk melahirkan fosil bayi kecil, mineral tak berbentuk yang jelita, bermimpi jadi daging dalam tanah gulita)".
Beberapa mimpi Maya memang bersifat agak erotis dan menyentuh sisi keperempuanannya. Sisi-sisi femininnya nampak pada mimpi-mimpi mengenai Penjara Merah yang menggambarkan ketakutan-ketakutan Maia atas apa yang terjadi pada perempuan-perempuan aneh yang ada di penjara itu.
Maya mencatat kisah demi kisah mimpinya, menuruti saran Bibi Tania yang bijak dalam menafsirkan mimpi. Hal ini dinamakan asosiasi bebas : terjadi asosiasi antara even nyata dengan gambaran mental (ingatan dan mimpi) yang dapat mengungkap materi yang direpres. Materi tak sadar dapat dibawa ke kesadaran dengan mendorong ekspresi bebas setiap kali mereka muncul ke dalam pikiran (Sigmund Freud dalam Alwisol, 2004: 47).
B. Sinopsis Cala Ibi
Maya, dara yang sudah mapan merasa agak terganggu dengan desakan kedua orang tuanya untuk segera mencari pendamping hidup. Ayah dan ibunya memang tidak memaksa Maya untuk segera menikah, tetapi melalui percakapan mereka sehari-hari dan pernyataan keinginan kedua orang tuanya untuk segera memiliki momongan membuat Maya tak enak hati. Apalagi sebulan yang lalu ia baru saja memutuskan pertunangan dengan kekasihnya. Maka semakin banyaklah sindiran-sindiran dan ungkapan kekecewaan orang tua Maya terhadap putrinya itu.

2 komentar:

  1. terima kasih ya untuk resensinya...
    saya sedang membuat kajian untuk novel ini, Ermy.
    mohon bantuannya ya...

    oia, salah satu yang mengganjal pertanyaan saya adalah, kenapa Nukila menjadikan dunia hotel, perhotelan dan working blues yang menjadi background novelnya? apakah ada alasan khusus?

    BalasHapus
  2. Nukila Amal kuliah jurusan pariwisata, jadi mungkin tahu beberapa hal tentang perhotelan, atau beliau sendiri mungkin pernah bekerja di perhotelan

    BalasHapus